[www.kesmasonline.blogspot.com] Baru-baru ini, media sosial diributkan dengan berita meninggalnya dr. Stefanus Sp.AN (27/6) akibat kelelahan menggantikan shift jaga teman sejawatnya yang mengambil cuti lebaran. dr. Stefan diberitakan jaga 5 hari berturut-turut.
Berita ini telah dibantah oleh dr. Arif H. M. Marsaban, SpAn-KAP, Ketua Program Studi SP2 dari Divisi Anestesia Ambulatori dan Bedah Umum Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. dr. Arif mengklarifikasi bahwa dr Stefan bukan jaga 5 hari berturut-turut, tetapi hanya 2x24 jam.
Pernyataan dr. Arif tersebut paling tidak mengindikasikan beban berat para dokter ketika bekerja. Overworked yang dialami dokter tidak hanya berbahaya bagi Dokter tetapi juga akan membahayakan pasien. Kelelahan kerap kali diiringi dengan keteledoran seperti yang pernah terjadi di Amerika.
Tanggal 5 Maret 1984 terjadi kasus kematian Libby Zion di New York Hospital.
Wanita 18 tahun ini meninggal karena demam yang tinggi. Saat itu pasien ditangani oleh residen dan dokter muda. Tetapi yang terjadi setelah diberi obat, panas terus meningkat sampai 42ºC dan pasien meninggal dalam keadaan _cardiac arrest_ akibat _hipertermia._ Keluarga tidak puas lalu menuntut.
Terjadi kontroversi tentang penyebab kematian, tapi banyak ahli berpendapat itu disebabkan _serotonin syndrome,_ yaitu interaksi obat antara phenilzine dan pethidine yang diberikan oleh residen. Hakim peradilan memutuskan bahwa kematian ini akibat kelalaian dokter, terkait akibat beban berat pekerjaan dan kelelahan dokter residen dan dokter muda yang bekerja 36 jam satu shift, dengan pasien yang membludak. Tetapi hakim tidak mengenakan sanksi hukuman kepada para dokter, justru sanksi denda harus dibayar oleh Rumah Sakit dan Departemen Kesehatan.
Kasus ini menjadi isu hangat publik, berita utama beruntun di koran dan TV (diantaranya karena saudaranya Zion adalah Lawyer terkenal di New York), perdebatan di legistatif dan akhirnya melahirkan regulasi oleh New York State Department of Health Code, Section 405, yang dikenal dengan Libby Zion Law. Peraturan baru ini membatasi jam kerja residen dan dokter muda menjadi 80 jam seminggu, dan lama shift maksimal 24 jam.
Kasus ini menjadi isu hangat publik, berita utama beruntun di koran dan TV (diantaranya karena saudaranya Zion adalah Lawyer terkenal di New York), perdebatan di legistatif dan akhirnya melahirkan regulasi oleh New York State Department of Health Code, Section 405, yang dikenal dengan Libby Zion Law. Peraturan baru ini membatasi jam kerja residen dan dokter muda menjadi 80 jam seminggu, dan lama shift maksimal 24 jam.
Di China, dari 29 kematian mendadak yang terjadi pada dokter selama kurun waktu 5 tahun (2010-2015), 14 diantaranya adalah dokter anestesi, 10 orang dokter spesialis bedah, 3 orang dokter spesialis penyakit dalam, dan 2 orang dokter spesialis emergency medicine. Pada diskusi dibahas kebanyakan yang meninggal bekerja terlalu keras. Mereka menghabiskan lebih dari 90% waktunya di tempat kerjanya, Kasus dokter dengan beban kerja berlebih memang terjadi di seluruh dunia. Hal ini sudah terjadi sejak para dokter masih dalam tahap pendidikan.
Panggilan untuk mahasiswa kedokteran umum yang bekerja di klinik adalah dokter muda (DM/koas), panggilan untuk mahasiswa yang pendidikan spesialis atau subspesialis adalah residen (PPDS). Mereka bertugas di rumah sakit untuk merawat pasien secara mandiri dan tersupervisi (assesment, pengobatan, observasi, tindakan medik, tindakan operative). Mereka masuk kerja jam 6 pagi, lalu mulai shift jam 14 s/d jam 6 pagi besok hari. Tetapi karena besoknya harus pelayanan dan pendidikan lagi, maka pulang jam 15 sore. Sehingga bagi seorang yang sedang bertugas shift hari itu, lama kerja mereka adalah 33 jam ! Frekuensi shift tiap 2 atau 3 hari sekali, 3 kali seminggu. Tidak ada aturan memperbolehkan tidur (yang terjadi mencuri-curi tidur). Di lapangan, bahkan ada residen yang shift 2x 24 jam karena harus mengganti jadwal shift yang sebelumnya absen.
Adalah pemandangan lazim pada saat conference atau morning report, atau di ruang perawatan, atau di ruang operasi, terlihat mahasiswa yang habis shift terlihat _fatique,_ pucat, kurang awas, motivasi rendah, kurang produktif, tampak depresi, tampak kantung mata, ngantuk, bahkan tertidur dalam posisi berdiri.
Mahasiswa tidak punya daya tawar terhadap tugas yang diberikan, artinya hanya bersikap patuh menerima kondisi pekerjaan apapun, termasuk jam kerja shift yang panjang, kadang tanpa punya akses cukup untuk mendapat konsultasi atau bantuan supervisor (artinya masalah pasien terpaksa diputuskan sendiri).
Jam shift yang panjang adalah kontra-produktif, karena kurang tidur mengakibatkan risiko medical error dan membuat proses belajar tidak efektif.
Christopher dkk., melakukan riset untuk melihat risiko medical error yang dilakukan dokter muda dan residen pada saat shift panjang (24-36 jam) dibandingkan dengan risiko yang terjadi pada shift ≤ 16 jam. Penelitian dilaksanakan di ICU dan CVCU Brigham and Women’s Hospital, rumah sakit besar di Boston. Mahasiswa shift panjang membuat _medical error_ serius 35.9% lebih sering dibandingkan yang shift pendek (136.0 vs. 100.1 per 1000 patient-days, P<0.001). Yang shift panjang membuat kesalahan diagnosis 5.6 kali lebih sering dibandingkan yang shift pendek (18.6 vs. 3.3 per 1000 patientdays, P<0.001).
Para peneliti menyimpulkan bahwa mengurangi lama jam shift akan menurunkan kejadian medical error secara signifikan (Effect of Reducing Interns’ Work Hours on Serious Medical Errors in Intensive Care Units. N Engl J Med 2004;351:1838-48)._
Dari aspek kesehatan, kurang tidur (< 6jam, short sleep, sleep deprivation) menyebabkan banyak dampak buruk. Penelitian metaanalysis memperlihatkan risiko hipertensi lebih tinggi (OR = 1.21[1.05, 1.40]) P= 0.009. Hypertension Research 2013; 36, 985–995), risiko obesitas (OR=1.55[1.43, 1.68]. SLEEP 2008; vol 31, No. 5, 2008), risiko diabetes mellitus sebesar 2.51 kali ([95% CI, 1.57-4.02] Arch Intern Med. 2005 Apr 25;165(8):863-7), serta menurunkan respon imun (JAMA 2002;288(12):1471-1472).
Tahun 2015 PPI RSSA melakukan penelitian, bahwa kecelakaan tertusuk jarum di petugas kesehatan terbanyak terjadi setelah jam 18.00.
Di AS, Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME), Konsil Pendidikan Kedokteran AS, mengatur jam kerja dan jam shift mahasiswa kedokteran. Aturan mereka : jam kerja maksimal 80 jam seminggu (termasuk shift), lama shift maksimal 30 jam (termasuk hak tidur 6 jam selama shift , dan tambahan 6 jam untuk program pendidikan -bukan pelayanan- besok paginya), hanya boleh melayani pasien lagi setelah 24 jam berikutnya, serta frekuensi jaga tidak lebih sekali tiap 3 hari (2 x dalam 6 hari).
Di Kanada, Canada’s National Steering Committee on Resident Duty Hours, membuat aturan lama shift maksimal 24 jam, frekuensi tak lebih 7 kali dalam 28 hari. Di banyak negara Eropah, lama shift residen maksimal 14 jam, dan tak lebih 2 kali seminggu. Singapore menerapkan aturan jaga residen yang sama dengan ACGME US. Terutama untuk rumah sakit naungan SingHealth group (Singapore General Hospital, Changi General Hospital, KK Women’s And Children’s Hospital, National Specialty Centres, National Cancer Centre Singapore, National Dental Centre, National Heart Centre, National Neuroscience Institute, Singapore National Eye Centre).
Di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur jam kerja dan jam jaga bagi residen dan dokter muda. Bahkan belum ada lembaga yang mengaku berwenang mengurus hal-hal seperti itu. Mestinya ini menjadi kewenangan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).*
Dokter muda dan Residen adalah manusia, warga negara, pekerja, berhak mendapatkan perlindungan kesehatan dan perlindungan kerja. Masyarakat juga berhak terhindar dari medical error akibat kelelahan kerja para residen dan dokter muda. Kasus Libby Zion, kalau kita mau selidiki, sesungguhnya adalah kejadian yang sering di rumah sakit seluruh Indonesia.
Di rumah sakit ada home staff (dokter dan paramedis rumah sakit), dokter muda dan residen. Terhadap home staff berlaku ketentuan jam kerja 7-8 jam sehari, 5 atau 6 hari kerja perminggu, maksimal lembur 3 jam sehari atau 14 jam seminggu. Paramedis shift dengan lama 8 jam. Sedangkan dokter muda dan residen bekerja dengan lama shift 33 jam. Satu setengah tahun pendidikan klinik hanya dapat cuti 7 hari, sedangkan home staff dapat cuti 12 hari kerja setahun. Maka di tempat kerja yang sama, berlaku jam kerja yang berbeda antara home staff dan mahasiwa kedokteran.
Kini sudah saatnya para stakeholder terkait membuat regulasi beban kerja dokter dan mahasiswa kedokteran. Beban kerja yang berlebihan memiliki dampak buruk bagi kesehatan dokter dan mahasiswa kedokteran dan juga meningkatkan resiko terjadinya medical error sehingga amat membahayakan keselatan pasien.
Disadur dari tulisan dr. Atma Gunawan SpPD.KGH, dr. Saifur Rohman SpJP (K), PhD, dr. Wiwi Jaya SpAn-KIC, dr. Syaifullah Asmiragani SpOT (K) dan
Erta Priadi Wirawijaya, dr., Sp.JP
Erta Priadi Wirawijaya, dr., Sp.JP